Ketika umat manusia menjadikan suatu hari adalah perayaan
Yaitu muara dari segala derita serta kelelahan
Haruskah aku seperti mereka mengakhiri sejenak penderitaanku
Sementara deritaku tak terbatas sebab egoku yang membumbung tinggi,
Betapa aku sangat menyadari
Bahwa egoku juga ingin bebas dengan kebebasan yang merdeka
Seperti burung yang terpekik girang setelah bebas dari sangkarnya.
Selagi segala suasana hidupku terkalahkan oleh ego yang aku punya
Nyanyian-nyanyian pilukulah yang akan terdengar syahdu
Karena egoku sedang dirundung derita,
Aku sadar, seringkali aku hidup dalam ego yang aku punya,
Suatu kehidupan yang teramat asing dalam keramaian
Dalam kesunyian justru banyak bertanya,
Betapa ego yang aku punya,
Adalah suatu kehidupan penuh dengan keakuanku
Hidupku adalah aku
Semua hanyalah untuk aku
Dan aku adalah egoku.
Ego yang aku punya
Adalah kehidupan-kehidupan semu dan meresahkan
Seringkali membebaskan imajinasiku dari penjara tubuh ini
Mengeluarkannya menuju alam yang tak terjangkau
Dunia yang teramat bebas
Dunia tanpa kepuasan di dalamnya
Terus menerus mendaki menuju kesempurnaan spiritual,
Duhai,
Ego yang aku punya
Dengan apa lagi, aku harus membuatmu puas
Serta tenangkan harapanmu? ‘adalah satu pertanyaan tak berbalas…..’
Sebuah Karya Disalin 700 Kali oleh Pengarangnya Sendiri
-
Halimi Zuhdy
Dalam sejarah sastra Arab, "Maqāmāt al-Ḥarīrī" menempati posisi yang sulit
ditandingi. Ditulis oleh al-Ḥarīrī al-Baṣrī (446 H/1054 M – 516 H...
4 minggu yang lalu



0 komentar:
Posting Komentar