Perempuanku, aku tahu dan juga merasakan apa yang sedang membuat diri kalian getir di Megapolitan ini, megapolitan tanah kelahiran yang syarat dengan pergulatan hidup yang tak main-main membuat nyawa ini terenggut, persaingan hidup yang sangat ketat dan diperebutkan oleh berbagai suku. Megapolitan yang selalu dirusuhkan oleh kondisi masyarakatnya dengan penyakit-penyakit sosial; prostitusi, tindakan kriminal yang bikin geram, stress, putus asa. Tapi perempuanku, aku tidak bisa apa-apa, aku hanya mampu mendengarkan tanpa kasih solusi yang pasti, kecuali kita harus percaya diri. Rasa percaya diri yang mengantarkan kita menuju puncak harapan. Iya!!harapan kita di megapolitan. Aku hanya bisa berdo’a sembari mendongakkan kepala di tengah keheningan malam, jangan semakin kalian siksa diri dengan kalimat.
“Aku Benci Dengan Penjara Ini, Penjara Yang Telah Aku Bangun Sendiri”
Aku benci, aku jenuh tapi penjara ini adalah keputusanku, bukan keputusan orang lain, demi keluarga; orang tua dan juga anak-anak di kampung halaman
Tuhan menyayangi kalian, Tuhan sangat sayang, mesti menyakitkan dan kita harus tetap tegar di tengah megapolitan. Tapi sungguh!! inilah tanda bukti kalau Tuhan sayang sama kalian, dan kenyataan-kenyataan inilah, yaitu keadaan yang tepat untuk mendidik kita sebagai perempuan Jawa.
Perempuanku!! kita perempuan Jawa, orang Betawi bilang kalau perempuan Jawa itu gigih, pekerja keras, ulet, tangguh, tekun, penuh semangat, telaten, stigma yang mereka ucapkan, karena orang Betawi seringkali menyaksikan bagaimana ketangguhan serta kegigihan perempuan Jawa dalam membantu suaminya mencukupi biaya hidup di perantauan, di Megapolitan ini tempat kita bersaing, berpindah-pindah dari satu kontrakan menuju kontrakan, dari satu gusuran menuju yang masih lapang. Tak jarang juga yang mengatakan kalau perempuan Jawa itu penurut, lemah lembut, gemulai, andalemi, tidak pernah nuntut, nerima apa adanya, ramah, memegang tradisi, tapi bukan alasan bagi kita pula untuk menolak stigma kalau perempuan Jawa itu ndeso, katrok, medok, kurang pergaulan karena alam bawah sadar yang berkata demikian dipengaruhi oleh kata-kata ‘Tukul’ yang telah menjadi jargon harian. Perempuan Jawa tapi itulah mereka, mereka telah berbaik hati dan sudi menilai kita, mereka telah memberikan pengakuan atas identitas kita sebagai perempuan Jawa.
Perjuangan kalian berdiri di atas kesedihan, dan semangat kalian terlihat perih tapi kalian tak pernah menyerah, dan sesegera mungkin rasa rindu terhadap kampung halaman dan segenap perasaan yang sangat dahsyat menyeret khayalan kalian untuk mengingat masa silam, rasa sakit itu kalian bungkus dengan keriangan, keceriaan. Saat kalian menangis, meneteskan butir kepenatan, aku seperti menyaksikan airmata kalian berusaha menampung seluruh kenangan di masa silam, yaitu di kampung halaman kita.
Di kampung halaman, kita meninggalkan sejuta kenangan dan kedamaian, saat subuh tiba, ayam berkokok dan bunyi plak-plak kepakan sayap burung-burung yang muncul dari rimbun dedaunan, berkicau membangunkan kita dari mimpi. Keindahannya jangan ditanya, pegunungan yang hijau sempurna, pohon-pohon jati berirama mendamaikan, taman-taman nan rindang memberi kesan dan enak di pandang, udaranya yang benar-benar sejuk, pagi hari yang begitu cerahnya tak akan pernah hilang dari ingatan kita.
Dan juga takkan pernah hilang dari ingatan kita sebagai masyarakat Jawa, saat malam datang menjemput purnama, kami sekeluarga membawa tikar dan bantal-bantal kecil, kita bercerita dengan ramahnya, dongeng-dongeng yang menghibur. Gambaran indah tentang rukunnya masyarakat Jawa sekaligus menjadi album tercantik dalam sejarah hidup. Kini kita kehilangan pagi yang penuh dengan senyum bunga-bunga yang bermekaran, tapi kita berusaha untuk tegar, dan tetap menghidupkannya karena kita cinta dan karena kita adalah perempuan Jawa.
Kampung Halamanku…
Kini aku pergi jauh
Kita memang jauh, kampung halamanku…
Bukan kau tiada
Bukan kau ada
Tapi karena cinta kita mengenangmu
Karena rindu imajinasi ini menghidupkanmu.
Kutuliskan semua cerita
Kurangkai bersama bunga-bunga
Aku nyanyikan lagu kau
Bersama pagi burung menyambutku
Rumpun-rumpun bambu
Ikut bergerak dan menari
Memainkan tabuh
Menyanyi sambil menari
Melagukan pemandangan kampung halaman.
Kampung halamanku…
Bila hujan telah tiba
Jalan tanah yang menghubungkan ke sawah
Menjelma kolam Lumpur
Dan ikan teri berenang di
Bukan kau tiada
Bukan kau ada
Tapi karena cinta
Kita menyanyikan lagu untuk kampung halaman.
Kampung halamanku…
(Rien Zumaroh, 10 Mei 2007)
Percaya perempuan Jawa…
Di balik kehilangan sesungguhnya kalian telah menemukan, kedamaian kampung halaman telah tertukar kini, kalian bertemu dan bercengkerama dengan harapan kalian. Harapan kalian di megapolitan ini yang telah kalian raih dengan mengorbankan sejuta kenangan.
Carilah, berjuanglah, sampai harapan kalian benar-benar kalian temukan.
Apa?
Lihatlah dan bawa kepangkuan kampung halaman, dan berbagilah di sana, apa yang telah kalian dapatkan.
Kembalilah perempuan Jawa!! atau kalian akan memilih membuat barisan perempuan Jawa di atas bumi Betawi?



4 komentar:
Ibu,,,,,
ririn,,,,blog nye dah bagus banget ini mahhhh,,,gw aja kaga sanggup bikin kayak na,,,,,
saran gw sich,,,,pertahanin nich hak cipta ririn,,,atas tulisan” na
tetep semangat ok
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Salam Kenal
sebagai orang jawa, aku kagum dengan judul posting tulisan ini "Surat Cinta Teruntuk Perempuan Jawa".
setelah aku baca, hmm... ternyata benar. sangat bagus.
AKU SALUT
subhanallah,,,keren nich puisinya..keep posting okay...
salam,
http://aawahyu.com
assalamu'alaikum
salam kenal mbak, sy suka cerita ini, coz sy kan jg orang jawa, he he
mampir jg ya ke blog sy
http://mioariefiansyah.wordpress.com/
Posting Komentar