Ya Allah...Aku mohon, jangan tutupi apalagi sampai Engkau butakan mata ini untuk tetap mampu melihat aura kebaikan orang-orang yang telah mengecewakan harapanku, menodai kepercayaan. Aku mohon Ya Allah...
Karena memang manusia tidak luput dari kesalahan, mungkin pada saat mereka mengecewakan serta menodai kepercayaan, pada saat itu anggap saja adalah masa dimana orang lain bersikap tidak sesuai dengan harapan/pilihan hati. Anggap saja mereka terpaksa dan tiada pilihan. Siapa Ya Allah, manusia yang ingin harga dirinya rendah sebab melukai sesamanya kalau bukan karena tiada pilihan yang pasti. Seandainya masih ada jalan yang bisa dilalui tanpa harus menyakiti, aku teramatlah yakin mereka tidak akan menodai sedikitpun kepercayaanku untuk tetap menolongnya dan kita saling bahu membahu melawan kerasnya ketidakpastian.
Ya Allah... atas dasar kasih sayang yang aku letakkan di atas pondasi kebersamaan, mohon Ya Allah... jangan penjarakan niatan tulus untuk tetap berusaha melakukan yang terbaik, sebaik bisa. Jangan Engkau penjarakan sebab kecewa dan mendendam. Jangan berhentikan perjuanganku pada satu titik yang aku anggap menyakitkan, namun bagi-Mu perlu untuk mendidikku bagaimana memaknai hakikat pengorbanan.
Karena merekalah, aku ada dan seperti sekarang. Cakap berbicara tentang pahit getir kehidupan. Lewat mereka Engkau telah menguji keimananku, dan atas bimbingan-Mu, diri ini terselamatkan dan tidak terjebak menuju bilik yang mengantarkan pada perbuatan yang semakin memperparah kekecewaan.
Syukurku Ya Allah…
Setelah berhasil melewati masa tersulit ini atas bimbingan-Mu, sadarkanlah aku, sadarkanlah mereka. Beri mereka jalan yang mulus, menuju pintu pertaubatan dan penuh kepercayaan diri akan kuasa-Mu, dan bagiku bagaimana memaknai setiap perjuangan serta niatan hanya teruntuk-Mu satu.
Memang tidak mudah menjaga niatan tulus, tidak mudah!!sesuatu yang diawali dengan ketulusan, belum tentu berjalan semestinya dan seterusnya. Tapi kita harus sebisa mungkin menjaga dan menyertakan kasih sayang bersamanya.
Aku telah gagal menjaga amanat-Mu, amanat-Mu yang bernama pengabdian dan ketulusan, hari ini aku telah gagal Ya Allah... Hari ini, di atas bumi Lebak Bulus, aku telah gagal dengan meletup-letupkan emosi lewat bibir nan kelu ini, yang jelas pendengaran akan merasa sakit, dan hati teriris seperti kecewanya aku, kecewa dan kecewa. ‘Seperti inikah yang dinamakan ketulusan, yang syarat dengan air mata?’. ’Seperti inikah yang dinamakan ketulusan yang syarat dengan pengharapan selain pada-Mu, pengharapan yang berlebihan terhadap manusia yang tak akan menjumpai apapun kecuali kekecewaan?’. ‘Seperti inikah yang dinamakan pengabdian, yang syarat dengan keluh kesah yang berkepanjangan?’
Jujur aku telah gagal, pada suasana-suasana tertentu aku masih sering mengeluh, mengapa kebaikan yang aku lakukan justru ketersakitan balasannya, bukankah janji-Mu sekecil apapun kebaikan yang manusia lakukan balasannya serupa, tapi mengapa aku terus terluka dan semakin luka menganga, apa salahku Tuhan…?
Di tengah galau dan segala macam pertanyaan sebagai akibat dari kekecewaan seringkali muncul, sampai pada akhirnya aku mengerti bahwa hanya pada-Mu diri ini berharap segala kebaikan, jangan berharap dari manusia sekalipun kita sering melakukan kebaikan pada mereka. Tapi… mampukah aku berharap pada-Mu tanpa instrument yang akan mengantarkan pengabdianku pada-Mu, Tuhanku?
Seperti inikah Tuhan, cara-Mu mengajariku memahami inti serta makna agama dalam hidupku, supaya aku mengerti bahwa ajaran agama yang aku pelajari tak sekedar teori yang seringkali aku fahami hanya sebagai Knowledge bukan Way of Life. Aku pelajari berulang kali namun hanya memenuhi pikiranku, dan tidak menjadikannya solusi dari setiap masalah dalam hidup.
Jujur.. akhirnya lewat segala kekecewaan, Engkau hendak mengajariku makna ketulusa, makanya jangan sampai kegagalan ini semakin membuatku larut dalam penyesalan, aku harus segera menghapus air mata dan berdiri, mencoba dan mencoba lagi.
Itulah ujian, hidup adalah rangkaian menyelesaikan ujian, dan akan selalu menghadang, mendidik kehidupan kita dengan cara yang luar biasa hebatnya. Akan selalu datang menghadang seseringkali berjuang. “Seberapa kali kita mencoba, sebanyak itu pula kita akan bertemu dengan kegagalan”
Salam maaf dariku Ya Allah… aku telah gagal. Mereka adalah amanat serta anugerah dari-Mu yang kurang aku sadari dan mengerti, betapa lewat mereka pertemuan demi pertemuan telah Engkau rencanakan. Betapa lewat mereka pertemuan demi pertemuan seringkali menyapa hidupku tanpa aku rencanakan, namun itu kenyataan dan di dalamnya tiada sedikitpun yang sia-sia dan penuh hikmah dalam setiap pertemuan.
“Hikmah terbesar dalam hidup tidak hanya bisa dirasakan oleh orang yang hebat dan pintar, orang kaya. Tapi hikmah bisa hadir kepada siapapun yang mampu memaknai setiap tindakannya, pertemuannya tanpa terkecuali bagi mereka yang meng-on kan receivernya untuk mendengar, mengamati dan menerima pesan dari Tuhan, pesan yang tertulis dan terbentang di alam jagad raya.
Hikmah datangnya tidak hanya dari kebaikan semata. Kebaikan yang selama ini menjebak kita menjadi sebuah ukuran moralitas yang difahami sangat relatif, eksklusif, sempit dan terbatas pada diri, lingkungan dan komunitas sendiri. Bahwa hikmah milik siapa saja yang tidak ingin krisis makna dari hidupnya. Tidak perlu menunggu kaya, nunggu keajaiban, nunggu datangnya kebaikan.”
Wahai Dzat yang Maha Mengatur Kehidupan, betapa pertemuan demi pertemuan telah Engkau rencanakan yang berakumulatif menjadi aku yang sekarang. Engkau Maha Tahu, kapan aku harus tertawa tanpa beban, kapan aku gelisah, kapan aku kecewa, kapan aku……? Kapan dan kapan perjumpaanku dengan suasana hidup sebagai ruang bersyukur pada-Mu.
Yang mesti dilihat bukan apa bentuk permasalahannya, tapi bagaimana diriku menyikapi setiap pergulatan hidup ini, mampukah aku berhadapan dengan berbagai suasana? hanya kepada Engkau, aku berserah diri. Hanya kepada kemahaan-Mu serta Maha suci-Mu diri ini mengetuk-ngetuk pintu pertaubatan, diri ini yang berlumur dosa.
Engkau pertemukan padaku orang-orang yang mengecewakan pengabdian, sebanyak itu pula Engkau pertemukan orang-orang yang penuh kasih sayang, dan berbuat baik terhadap hidupku atas izin-Mu. Lewat mereka telah Engkau uji ketulusan ini, dan akhirnya aku menyadari hanya pada-Mu diri ini berharap sekecil apapun bentuk kebaikan itu. Dan hanya Engkau yang membalas segala sikap, perkataan, pikiran buruk sekecil apapun, entah lewat siapa yang terkadang tidak pada sasaran, waktu dan tempat yang sama.
Perempatan Pasar Jum’at,
Zoom masih harus belajar memaknai ketulusan dari apa yang dilakukan



0 komentar:
Posting Komentar