ANUGERAH YANG TERTUNDA

27/03/09 |

Sudah beberapa hari ini aku sepertinya kalut sekali, aku tak lagi mampu menguasai waktuku sesuai dengan target hidupku. Rangkaian kegiatan yang telah aku susun rapi, serapi perjuangan imajinasiku dan aku tempel di tembok guna mengingatkanku jika satu waktu aku dapati, aku lupa atau mungkin penyakit malas menghentikan sejenak perjuanganku. Setidaknyua target-target tersebut memberiku satu arti agar aku semangat dan masih banyak yang harus kerjakan dalam hidupku. Dan juga target-target kegiatan tersebutlah yang selalu membuatku mempunyai alasan untuk bangun pagi.

“Aku harus lebih semangat dalam menambah kapasitas kehidupanku”

“Aku tidak boleh membiarkan perkembangan pengetahuanku menjadi lamban dan tak terarah”

“Hari ini aku harus mendapatkan sesuatu yang berbeda dari hari kemaren”

“Hari ini, saat ini aku harus bergerak untuk demi mewujudkan harapanku”

Berbagai macam pernyataan datang silih berganti menasehati ruang gerakku, biar speed kehidupanku tetap bertahan, dan aku selalu mempunyai kekuatan untuk menguasai rasa malas, keterjatuhanku dan kegagalanku.


Tapi akhir-akhir ini aku benar-benar kalut, tidak tahu penyebabnya. Semuanya datar-datar saja, tidak ada masalah yang sedemikian mendesak dan harus diselesaikan dengan segera. Tapi pikiranku jenuh sekali, dan berbagai rencana kegiatan yang telah rapi aku tempel di whiteboard aku biarkan menertawakan perjuanganku sesaat, karena aku benar-benar tak kuasa menguasai kejenuhan. Mengerjakan tugas praktek mengajar malas, padahal minggu depan RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) harus sudah kelar dan juga dapat penilaian dari guru pamong, minggu depannya lagi jadwal ujian komprehensif, dan dosen pembimbing skripsiku sudah menghubungiku terus menerus karena sudah tiga minggu tidak melaksanakan jadwal bimbingan skripsi sesuai dengan jadwalnya.


Melirik target-target di tembok yang sedari tadi menertawakanku, berharap mampu membangkitkanku dari kejenuhan, tetap saja tidak berpengaruh sedikitpun bahkan semakin kejenuhan menyerang. Sebenarnya aku juga sudah jenuh dengan segala aktivitas yang selalu aku targetkan selama ini, namun perjuangan tinggal satu langkah lagi untuk menyelesaikan study strata satu, dan aku sudah berjanji pada ambisi tertahan, bahwa aku sangat berharap untuk lulus tepat waktu baru kemudian aku bisa bebas melakukan berbagai aktivitas tanpa harus terikat dengan berbagai peraturan yang sedemikian ribetnya. “Tuhan sampai kapan aku harus mempelajari konsep mati” aku jenuh Tuhan, aku jenuh.


Aku sudah berusaha menyemangati hidupku, kebiasaan nge-blog yang selama menjadi kewajiban harianku, bahwa dalam sehari aku harus meluangkan waktu enam jam untuk menulis baru kemudian di publish diblog sekarang sudah mulai aku kurangi bahkan tidak sama sekali dan aku geser dengan kegiatan-kegiatan yang mampu mendukung proses kelulusanku dan tepat waktu yaitu Juni 2008 aku harus sudah lulus.


Perjalanan hidupku ternyata tak semulus target impianku, benar-benar aku terpukul ketika aku melihat papan informasi bahwa pendaftaran wisuda ke-72 Juni 2008 telah ditutup sedangkan aku masih diselimuti hangatnya kejenuhan dan aku kewalahan melawannya. Semakin aku sibukkan dengan kesibukan yang aku kira mampu memancing semangatku, semakin titik jenuh menyetubuhi dan menyelimutiku dengan hangatnya. Akupun tidak bisa berbuat banyak untuk mempertahankan target hidupku, aku hanya bisa menangis dalam hati dan mengatakan pada orang tua di kampung halaman via telpon.

“bu, maafin Rien ya, rien tidak bisa lulus tepat waktu”, suatu ungkapan yang aku katakan bersamaan desah penuh kekecewaan.

Seketika itu pula ibu membalas ungkapan kekecewaanku dengan pernyataannya.

“Rien, memang selama ini ibu pernah memaksamu untuk menyelesaikan study strata satu dengan tepat waktu? memangnya ibu pernah menargetkan hidupmu sedemikian rupa, sehingga selalu kau tumpahkan air mata dan beribu kecewa ketika target hidupmu bukan yang terbaik menurut Allah.”

Rien coba klarifikasi satu persatu target hidup yang telah kamu dongakkan sama Allah, Dia bukannya tidak kuasa mewujudkan segala macam keinginanmu sebagai manusia biasa. Namun bagi Allah perlu mendidikmu dengan keadaan semacam ini, ketika kamu gagal dari target kehidupanmu sebenarnya ruang bagimu untuk bermunajah dengan-Nya lebih intens.

Tidak usah menangis rien, tidak perlu kau sajikan kekecewaan dengan berlebihan, sebenarnya tidak ada masalah yang sedemikian rumitnya sehingga membuatmu harus berjuang untuk mengeluarkan air matamu. Hanya saja di usiamu yang menginjak 22 yang menandai akhir masa transisi, kamu hanya butuh waktu untuk terbiasa dan mengerti setiap dari rencana terbaik darimu namun bagi Allah belum waktunya.

Kata-kata ibu bagaikan doa yang harus aku laksanakan dengan sebaik mungkin, dan juga ibu selalu berkata kepadaku. “kalau memang kamu sudah jenuh dan lelah dengan target kehidupanmu di metropolitan, bapak menyarankan supaya kamu mudik terlebih dahulu untuk beberapa hari, biar pikiran kamu tenang dan rasa kangen kamu sama kampung halaman, keluarga terhapuskan baru kemudian jika dirasa cukup baru melanjutkan pengembaraan dengan semangat baru yang terlahir atas nama kampung halaman tercinta dan bapak ibu tersayang.”


Aku tetap pada harapanku, meski Allah belum mengizinkan aku lulus study strata satu tepat waktu, bukan berarti aku harus menyerah begitu saja.

Meskipun aku tidak lulus tepat waktu, namun tepat waktu bagi Allah adalah 18 Oktober 2008 dan lulus dalam deretan pertama angkatan manajemen pendidikan 2004.

Terima kasih ya Allah

To be continu… perjuangan revisi skripsi sampai pendaftaran wisuda.

Rien Zumaroh, 26 September 2008

0 komentar: