PeLukan Mesra-Nya

09/12/08 |

“Ya Allah, salahkah ketika hamba-Mu berdo’a, memohon kebahagiaan lebih dari satu bentuk kenikmatan?”

Itulah kalimat yang selalu aku ucapkan untuk mencoba dan membantu menumpahkan perasaan kecewa, sakit hati yang selama ini cukup di hati, dan tidak terungkap sama sekali keberadaannya. Entah kenapa dalam waktu tertentu dan untuk masalah kehidupan, aku tidak pernah mempunyai kekuatan untuk menyalahkan diriku, menyalahkan keputusan-keputusan dalam hidupku, tindakanku yang seringkali menjelma semangat, tujuan hidup, kebahagiaan yang tidak lama kemudian rasa sakit meyusul, kecewa, terjatuh, dan hal-hal yang membelenggu ketulusan manusia dalam mengabdi untuk kehidupan.

Ternyata kebahagiaan itu tidak lama, dan penderitaan hadir memberikan gambaran bahwa anugerah-Nya teramat berarti untuk selalu disyukuri, sekecil apapun bentuknya. Iya!! Penderitaan tidak lain adalah sarana yang Tuhan ciptakan sebagai bukti kemesraan-Nya dan bagi manusia tiada lagi ruang untuk menduakan keromantisan tersebut, sarana bagi-Nya untuk menyatakan cinta pada hamba-Nya dan suasana hati yang seperti itulah yang lebih mudah untuk dekat dan akrab dengan-Nya. Dan penderitaanpun tercipta bukan berarti tanpa makna. Tuhan seolah-oleh berkata kepada hamba-Nya yang mengeluh sebab derita “Aku tahu kalian takut, dan Akupun tahu ini terasa berat bagi kalian, tetapi kalian akan selamat. Aku senantiasa akan bersama dan membimbing kalian. Bukalah mata, telinga, dan hati kalian untuk menyimak ayat-ayat-Ku, dan kalian tak perlu khawatir[1]


Tatkala Allah Rindu Padamu

Tatkala Allah rindu padamu
Dia akan karuniakan kepedihan
Yang hanya dengan-Nyalah terobati
Dia anugerahkan hampa
Yang hanya oleh-Nyalah akan bermakna

Dia titahkan rindu tak tentu

Tenang bersemayam di hatimu
Ketahuilah…
Ketika semua itu terjadi padamu
Bergembiralah
Karena Allah sedang rindu padamu
By. Ismahfudi MH(Ketika Ramadhan telah menapak tujuh langkah…)
[2]


Allah Engkau dekat
Penuh kasih sayang
Takkan pernah Engkau biarkan hamba-Mu menangis
Karena kemurahan-Mu
Karena kasih sayang-Mu
Hanya bila diri-Mu ingin nyatakan cinta
Pada jiwa-jiwa yang rela dia kekasih-Mu
Kau yang selalu terjaga
Yang memberi segala
(OPICK *Cahaya Hati*)

Penderitaan tidak lebih sarana untuk mensyukuri anugerah-Nya. Anugerah kekayaan, orang-orang yang mencintai dan menentramkan jiwa kita, kehormatan, harga diri, pangkat maupun status sosial dan kebahagiaan lainnya yang merupakan anugerah dari-Nya. “Semuanya yang ada di dunia hanya sekejap dipandang dan sesekali didatangi, di kejar dan dipertahankan hanyalah bayang-bayang”.

Rasanya belum puas, aku menikmati satu demi satu anugerah-Mu, iya!! seperti itulah manusia selalu merasa tidak puas tentang apa yang dimilikinya, selalu merasa tidak cukup dengan banyaknya nikmat yang Tuhan anugerahkan tanpa harus meminta. Dianugerahi satu minta dua, dianugerahi dua minta tiga dan seterusnya tiada batasnya, tiada habisnya. Ternyata hanya satu yang mampu menghentikan manusia dari angan-angan panjang tentang harapan berlebihan yang tiada ujungnya, apa?

“itulah yang seringkali aku sebut dengan ruang intropeksi diri, ruang bercermin atas segala tingkah polah kita menikmati anugerah-Nya, ruang mensyukuri, ruang yang mendekatkan diri kita kepada Sang Pemberi anugerah yaitu Penderitaan, Keterasingan, Terjatuh dan Tertunduk Bertekuk Lutut pada Kuasa-Nya”. Dan pada saat itu pula, baru kita mencari keyakinan tentang kuasa Tuhan, dan bagi-Nya tidak susah untuk mengambil apa yang telah Dia titipkan kepada kita semua”

Pada saat penderitaan menyapa bagian-bagian tertentu dari kelemahan hidupku, pada saat itu pula aku baru menyadari betapa dunia ini hanya tipu daya dan kita bermain-main di dalamnya, betapa tiada yang berhak kita cinta seabadi ketercitaan-Nya pada makhluk-Nya, Dialah Sang Maha Pecinta dengan segenap Rahman Rahim-Nya. Mengapa hanya Dia yang patut kita cintai (cinta abadi), karena Dialah Dzat Yang Maha Abadi, kekal dan selalu memeluk getir kita, tiada pernah melihat siapa kita kecuali “besarnya ketakwaan kita pada-Nya”.

Untuk kalimat-kalimat penentram tersebut, teringat sekali akan materi yang pernah aku dapatkan dari training ESQ. “Mengapa kita tidak boleh mencintai dunia (orang tua, kekasih, harta, pangkat DLL) berlebihan, dan hanya Allah Sang Maha Abadi disana cinta sejati kita letakkan?” Jawabannya adalah ‘agar tatkala dunia yang sifatnya sementara lenyap dan pergi dari bagian hidup kita, kita tidak perlu binasa dan lenyap bersamaan, kita masih mempunyai dan kepercayan akan cinta-Nya’. Kita tidak perlu berlebihan kecewa tatkala semua binasa meninggalkan kita, karena Dzat Yang Maha Abadi selalu memeluk kesendirian kita, merengkuh getir kita, bahwa Allah tidak pernah sesekali meninggalkan hamba-Nya sendiri menghadapi pahit getir kehidupan.

Dan akhirnya aku kembali bertanya pada-Mu Ya ALLah, “Ya ALLah, apakah tatkala aku teramat mencintai anugerah-Mu, hati ini berpaling dari-Mu, dan cinta kepada-Mu terduakan?

Kalau memang benar, tegur aku Ya Allah!! tegurlah dengan teguran yang teramat bijaksana, jika memang teguran-Mu berupa penderitaan, aku yakin Engkau tidak akan membebani kehidupan, melebihi apa yang aku mampu. Karena aku tidak mempunyai kekuatan untuk menikmati semua anugerah-Mu dalam satu waktu, tapi untuk menikmati anugerah dari-Mu, satu demi satu untuk menghadirkan kenikmatan yang begitu mendalam.

“bahwa anugerah-Nya selalu datang bergantian, tatkala nikmat yang lain datang nikmat yang ada terkadang diambil kembali, karena manusia terbatas kemampuannya untuk menikmati semua bentuk anugerah-Nya dalam satu waktu”.

Dan kita tidak pernah sendiri, walaupun dalam sepi.

Bila Tanpa Derita

Bila tanpa derita

Menderitalah jiwaku

Tiada lagi mendamba-Mu

Serta menghadirkan dalam sunyi keterasingan

Ku tumpahkan

Ku berharap

Mengemis tiada henti

Bertasbih

Lantunku akan asma-asama-Mu

Bila tanpa derita

Tuhan…!

Tak lagi aku menjumpai mutiara

Dalam gemerlap dunia

Kecuali Engkau sinarkan mutiara dalam luka mendalam

Aduhai Ilahi Robby

Sujud simpuhku

Bahwa pada-Mu

Berkorbar semangat dalam derita

Bila tanpa derita

Teramatlah jarang aku merindui-Mu



Rien Zumaroh

Ciputat, ३० Desember 2007







[1] Jeffrey Lang, Aku Beriman, maka Aku Bertanya; Kajian-kajian Masuk Akal dan Masuk Hati untuk Meraih Iman Sejati, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006), hlm. 53.

[2] http://www.tambak beras.com/

1 komentar:

Nylla mengatakan...

hiks jadi terharu...bagus

ijin copy paste yah hehehhehe