*Perjalanan…………….

10/11/08 |

Tuhan!!!

Perjalanan panjang dalam hidup ini, sudah cukupkah bagiku untuk memahami inti ajaran agama-Mu?

“Aku tak lagi tertawa tatkala bahagia,

tapi aku bersabar sembari bertanya; ada apa di balik tawa; akankan lama?”

Aku tak lagi terluka tatkala kesunyian mendera

karena semua ada akhirnya.

Sekali waktu aku memang butuh untuk terluka, terasing dalam kesunyian, dengan segala keresahannya, yang membuat aku tak lagi mengagungkan apa yang aku miliki di alam fana. Aku memang butuh untuk mengistirahatkan kerja fisikku dan tak lagi mengandalkan logika untuk menyelesaikannya dan mengetahui siapa aku sebenarnya setelah aku lelah mengembara.

Benar-benar waktu di mana aku berkaca dan berhias disana, aku diam termangu, mencari titik hitam dalam diriku, tutur kataku, sikapku. Setelah aku mengetahuinya, aku ingin mencoba lebih baik dari perjalanan hidupku yang telah lalu.

Kini aku sadar Tuhan, kenapa mesti kerinduan yang amat membuat aku tak berdaya yang menjadi cobaan terberat dalam hidupku?

Aku sadar lewat rindu yang selalu membuat aku merasa bersalah akan segala sikapku pada cinta, bukankah pada saat itu aku mencoba untuk lebih baik dan melakukan yang terbaik buat orang lain?

Sungguh lewat kerinduan aku belajar, bagaimana bersikap, bertutur dengan hati, sampai akhirnya aku terbiasa untuk orang di sekitarku. Kapan?

Aku ingin lewat kerinduan, belajar mengasah emosionalku. Setelah aku lelah berdiskusi, seminar yang kontroversional, yang benar-benar membuat fikiran ini capek, lelah dan tak berujung kebenarannya, dan aku juga ingin mengabarkan pada mereka semua bahwa kerinduanlah tercipta untuk membaringkan kelelahan.

Kini aku tak lagi mengeluh Tuhan, setelah Engkau sungkurkan aku sebab rindu aku percaya Engkau akan selalu membimbingku.

Mungkin dibanding mereka yang mengatakan kurangnya kebermaknaan akan hidupku sebab merindu, aku akui, aku memang tidak sesukses mereka di dunia akademik terlebih pada nilai dan organisasi.

Tapi atas yakinku pada-Mu, aku berjanji tidak akan mengeluh sebab seringnya logika ini terpenjara dan pasrahku tak henti-hentinya akan karunia-Mu

Aku akan berusaha semampu, supaya kehidupanku yang dipandang dari kacamata idealitas mahasiswa kurang berguna, menjadi sesuatu yang tak kalah ampuhnya untuk mencapai kesuksesan.

Bimbing aku mengasah emosional serta mencerdaskan spiritual lewat kerinduan.

Dan kehidupan

Adalah kebermaknaan yang berbeda

Aku, kamu, dan kita semua

Ciputat, 20 April 07

**Persahabatan dalam Perbedaan

Perjalanan panjang dalam hidup ini, sudah cukupkah bagi kita untuk memahami inti persahabatan dalam keberbedaan dengan yang lain? Ataukah kita masih memuja egois kampungan yang selalu ingin menjadi yang paling baik dari yang lain? Ataukah kita akan menjadi manusia yang tak akan pernah tahu punggung kita yang berlumuran, jika tak berkaca dengan yang lain.

Kita tak perlu lagi tertawa sendirian tatkala bahagia, tapi kita akan selalu bersama sembari bertanya adakah kita telah bahagia di balik tawa kita; akankah lama? ataukah kita tertawa melihat orang lain menderita, tersiksa, berkacalah pada mereka, dalam kepolosan ucapan mereka terdapat cermin yang tak ternilai harganya.

Kita tak akan lagi terluka, tatkala kesunyian mendera, karena semua sahabat pernah merasakan kebersamaan kita, meski tak harus ditempat yang sama, tak harus baju yang sama, tak harus madzhab yang sama, tak harus cara pandang yang sama, bukankah perbedaan itu adalah keindahan yang nyata.

Sekali waktu kita memang butuh untuk terluka, terasing dalam kesunyian, dengan segala keresahannya, yang membuat kita tak lagi mengagungkan apa yang kita miliki di alam fana kecuali para sahabat dalam suka dan duka. Kita memang butuh untuk mengistirahatkan kerja fisik dan tak lagi mengandalkan logika untuk menyelesaikannya dan mengetahui siapa kita sebenarnya setelah kita lelah mengembara.

Benar-benar waktu di mana kita berkaca dan berhias disana, kita diam termangu, mencari titik hitam dalam diri kita, tutur kata kita, sikap kita. Setelah kita mengetahuinya, kita harus mencoba lebih baik dari perjalanan hidup kita yang telah lalu.

Sadarkah kawan!!! kenapa mesti kerinduan yang amat membuat kita tak berdaya yang menjadi cobaan terberat dalam hidup? Pada siapakah seharusnya kita letakkan rindu kita yang pertama? Tentunya pada Dzat yang tak tertandingi kecantikan-Nya.

Sadarlah, bahwa rindu kita akan-Nya, akan selalu membuat kita merasa bersalah akan segala sikap kita pada Dia, bukankah pada saat itu, kita mencoba untuk lebih baik dan melakukan yang terbaik buat-Nya? Termasuk juga buat diri kita dan kawan semua.

Sungguh lewat kerinduan kita harus mengambil pelajaran, bagaimana bersikap, bertutur dengan hati, sampai akhirnya kita terbiasa untuk berbuat baik pada-Nya, dan orang di sekitar kita. Kapan? Sekarang juga kita harus memulainya.

Semoga dengan kerinduan, kita belajar mengasah emosional. Setelah kita lelah berdiskusi, seminar yang kontroversional, yang benar-benar membuat fikiran ini capek, lelah dan belum tentu berujung kebenarannya, dan kita juga boleh mengabarkan pada mereka semua bahwa kerinduan tercipta untuk membaringkan kelelahan. Sebagaimana Hawa yang setia menemani sang Adam yang kelelahan menjadi khalifah bumi kita.

Kini kita tak perlu lagi mengeluh, setelah Dia sungkurkan kita sebab rindu kita pada-Nya, kita percaya Dia akan selalu membimbing kita semua. Tiada yang dapat mengganggu kemesraan kita dengan-Nya. Jika Dia menghendakinya, dan tak akan ada yang mampu mencipta kemesraan jika Dia tak menghendakinya.

Mungkin dibanding mereka yang mengatakan kurangnya kebermaknaan akan hidup kita sebab merindu, kita akui sajalah, kita memang tidak sesukses mereka di dunia yang begitu menggiurkan kita, yang akan mengorbankan nurani kita yang antik demi kehidupan yang hidonic, materealistik, dan penuh polemik.

Tapi yakinlah kawan, kita tak perlu terlalu sering mengeluh sebab seringnya logika ini terpenjara, asalkan kita berusaha dan pasrah tak henti-hentinya akan karunia Sang Pencipta, tentulah jalan akan terbuka, sebab tertutup bukanlah selamanya.

Kita akan berusaha semampu yang kita punya, supaya kehidupan kita yang dipandang dari kacamata idealitas mahasiswa, terhitung kurang berguna, agar bisa menjadi sesuatu yang tak kalah ampuhnya untuk mencapai kesuksesan di masa selanjutnya.

Mari bersama, kita mengasah emosional serta mencerdaskan spiritual lewat kerinduan akan sebuah kebenaran dan pertemuan dengan-Nya.


Dan kehidupan adalah kebermaknaan yang berbeda

Untuk satu tujuan Mulia

"Selalu Dalam Ridlo-Nya"

Aku, kamu, dan kita semua

Cairo, 24 April 2007


1 komentar:

Anonim mengatakan...

telaten banget kamu ya....Hebat