Pagi ini, ketika kesungguhan mengagumi
Tak lagi menyetubuhi gairahku untuk tetap bermimpi.
Seketika pikiranku mengunjungi keadaan suatu hari nanti.
Benarkah, jika suatu masa datang
Dan pengembara telah menyatu dengan pencariannya,
Penyair menyatu penuh cintanya,
Tak lagi pada imajinasi merayu-rayu kekasihnya,
Akankah dia masih sebijak dan sepuitis saat ini?
Ketika penyair tertatih-tatih membalut lukanya dengan puisi,
Dalam semedi malam sebab penantian dan kekaguman yang mendalam,
Dan tak kunjung diredamkan.
Wahai kau yang selalu mengagumi cinta,
Dan meyakininya sebagai berkah.
Kapan kau kemasi penantianmu?
Kau yang selalu banyak berkata dalam keterasingan
Dalam perjumpaan diam, mulutmu bungkam sebab kekaguman.
Kau selalu dalam kesendirianmu,
Pelan-pelan menjauhi cinta dan kekagumannya
Namun geloranya mencintai selalu kau pacu
Sebab puisimu akan terdengar sebegitu rawan,
Ketika kau tulis dalam penantian yang mencekam.
Aku tau, betapapun kau terluka dengan kesendirianmu
Adalah tebusan, sebab kau tak ingin segera mengakhiri ajal semedimu
Berpuisi dalam penantian panjang.
Bahwa dalam puisi, kau selalu merayu kekasihmu.
Ciputat, 09 Juni 2009



0 komentar:
Posting Komentar